SINKRONISASI

Cerpen ini adalah karya saya saat mengikuti seleksi Peksiminas tingkat Fakultas tahun 2016. Alhamdulillah cerpen ini menjadi yang terbaik dan masuk ke seleksi tingkat Universitas.

Orang-orang selalu memperhatikan dan membicarakanmu. Seolah-olah dirimu amat penting bagi mereka. Namamu begitu terkenal dan selalu dielu-elukan di berbagai frekuensi dunia. Namamu layaknya seorang putri dari kerajaan Inggris yang selalu dikenang oleh setiap insan. Bila terlintas namamu, penglihatan mereka berubah menjadi dua pasang mata yang berwarna hitam dan putih. Meskipun dirimu adalah seseorang yang tidak bisa berjalan, sifatmu itu lah yang menjadi penyebab namamu begitu diagungkan.

Di balik hingar-bingar terkenalnya namamu, mereka juga mengatakan akan selalu mencintai dan merindukanmu. Realitanya, setiap ada ekspresi yang bersifat terbuka, akan adapula ekspresi yang bersifat rahasia. Ekspresi rahasia itu adalah kebohongan yang tidak akan pernah musnah dari wajah dunia ini. Orang-orang munafik yang terjerumus dalam kebodohan selalu terpecah dan bertebaran layaknya rayap-rayap yang berkelana di batang kayu. Jenis kelamin mereka tak menentu layaknya abu-abu.

Parasmu begitu bersahaja. Setiap makhluk berakal yang menemuimu akan merasakaan kedamaian di dalam dirinya. Akan tetapi, mereka semua tau kau memiliki satu pujaan hati yang selalu kau kejar kemanapun dia pergi. Kalian terikat oleh tali hubungan yang selalu mengikuti dirimu dan dirinya. Dirimu selalu mengejarnya, namun ia tidak menyadari hal tersebut hingga kau tertinggal jauh dari rel perjalanannya. Ia juga belum mengetahui siapakah seseorang di balik panjangnya tali yang melilit pinggang gagahnya itu. Setiap hari, setiap jam, dan setiap detik dirimu selalu diselimuti kegalauan karena memikirkannya terlalu dalam. Suatu ketika seseorang yang berhati mulia menatapmu dengan mata yang sedih namun dibungkus oleh kata-kata penyemangat. “Ayolah, kau pasti bisa mengejar pasangan hidup dan matimu, kau tidak sendiri”. Jawabanmu hanyalah sebuah keheningan bagaikan daun tanpa hembusan angin. Dirimu terlihat putus asa, karena setiap harinya hanya merasakan kehangatan sebuah sandaran kursi di dekat jam dinding.

***

Dirimu tinggal di kawasan perumahan yang begitu mewah. Komplek itu berisikan ratusan rumah yang menusuk kulit-kulit mulus si langit. Komplek tersebut bernama dunia. Semua orang di komplek tersebut mengenal dirimu. Akan tetapi, hal itu tidak membuat hatimu bahagia. Dirimu tidak menyukai disukai orang banyak, akan tetapi dirimu bahagia jika disukai orang baik.

Kau bukanlah orang baru di rumah tersebut. Namun karena banyaknya orang yang selalu datang, membuat dirimu terlihat asing di dalam ketenaran. Dirimu tidak mengetahui rumahmu berada di lantai berapa, hal itu diakibatkan karena dirimu mengalami keterbatasan fisik yang membuatmu hanya bisa memandang jam dinding setiap detiknya.

Pertemuan antara si jarum panjang dan si jarum pendek sedang terjadi. Pada saat itu kau mendapat kabar dari keluargamu bahwa akan ada banyak anak-anak baru yang menginap di rumahmu, meskipun rumahmu sudah padat dan berisi. Awalnya kau sungkan dan khawatir, hingga kau berpikir “Ah sudahlah, mereka hanya tingggal sementara dan tidak akan membuat keributan” lintas di pikiranmu. Hingga tangisan langit yang terus turun, kedatangan mereka masih dipertanyakan. Dirimu yang sedang duduk di dekat jam dinding harap-harap cemas bagaimana perilaku anak-anak tersebut. Ketukan pelan beserta maungan si petir membunyikan pintu rumahmu.

“Mereka datang” ungkapmu.
Keluargamu langsung membukakan pintu itu. “Selamat datang, wah kehujanan ya?” tanyanya.
Mereka masuk dengan memberikan senyuman manis terhadapmu dan keluargamu. Kalian membalas senyuman mereka. Diantara anak-anak itu kau melihat seorang anak yang berbeda dari yang lainnya, senyumnya begitu tulus kepadamu.

Tiga bulan berlalu, kau masih belum mengenal mereka. Kemalasan mengampirimu untuk menanyakan hal-hal pribadi kepada anak-anak baru tersebut. Seperti biasa, kau duduk manis di kursi empuk nan hangat di dekat jam dinding. Kau merasakan ada yang berbeda pasa saat itu, seperti ada hawa misterius yang sedang mengawasi gerak-gerikmu. “Hai” seseorang menyapamu dari belakang. Kau masih enggan untuk berbalik haluan. Empat kali, lima kali, hingga enam kali ia mengucapkan kata yang sama, kau masih berdiam diri. Ia menyentuh bahu cantikmu, lantas saja kau terkejut dan langsung berbalik.

“Ada apa?” tanyamu dengan bingung, ternyata dia adalah anak yang berbeda itu.
“Aku hanya ingin menyapamu” jawabnya.
“Menyapa hingga berkali-kali?” ungkapmu.
“Sebenarnya aku tidak hanya ingin menyapamu, tapi aku ingin memberikan sebuah informasi istimewa untukmu. Seseorang yang kau cintai, sayangi, kasihi, dan kau kejar-kejar selama ini berada di tempat yang sama denganmu, tepatnya di lantai tertinggi yaitu lantai ke-2017” ucapnya dengan pelan.
“Apa yang membuatku harus percaya kepadamu? Bahkan aku baru saja berbicara dan mengenalmu pada saat ini” tanyamu dengan tegas.
“Apakah rupaku cukup tidak meyakinkanmu? Percayalah, aku adalah orang yang mempelajari biografimu, aku mengetahui kesulitan-kesulitan yang ada di hidupmu. Oleh karena itu, aku ingin membantumu. Dan aku mengetahui tali  yang mengikat di pinggangmu nan cantik itu berujung di puncak rumah mewah ini. Kau akan menyesal bila kau tidak mempercayaiku” panjang lebar ia jelaskan.
“Lantas, apa yang harus aku lakukan untuk menyusulnya?” tanyamu lagi.
“Kita harus mencari cara untuk memusnahkan kebodohan dan kegoisan dari anak-anak yang ingin memutuskan talimu terhadap pujaanmu itu, karena aku mengenal mereka jauh melebihi dirimu. Setelah semuanya tuntas, aku akan menggendongmu ke atas menuju dirinya berada” penjelasan terakhirnya. Kemudian kau hanya diam dan menganggukkan kepala arti setuju dengan penjelasannya.

Berhari-hari setelah tiga bulan berlalu, dirimu masih diam menunggu datangnya keajaiban untuk bisa bersanding dan memeluk pujaan hatimu. Kau mencoba untuk mengesot menuju ke puncak, akan tetapi  mencoba membelai tangkai pintu saja kau tak sanggup. Kau sangat pasrah dengan penjelasan seseorang yang baru saja berbincang denganmu itu. “Apakah aku akan mati di kursi ini hingga rapuh dan tidak akan pernah menemui dirinya di puncak?” pertanyaan tersebut selalu menghantui sanubari hatimu. Kau juga tidak menyangka, dirimu selalu dibanggakan orang-orang namun ternyata masih ada saja pihak-pihak munafik yang ingin menghancurkanmu.

Senja mulai datang dan grafiti langit mulai terlukiskan, dirimu mencoba mengelilingi rumah yang kau tinggali. Sampai tiba di depan sebuah pintu kamar salah seorang anak baru, kau menemukan sebuah pisau besar yang bertuliskan media social. “Benda apa ini?” tanyamu dalam hati. Kemudian kau hanya menyisihkannya ke atas meja kecil di dekat kau berada.

Kecantikan senja mulai gelap oleh pulangnya matahari. Di saat itu kau masih saja kebingungan dengan realita yang kau hadapi. Mulai dari penjelasan dari seseorang yang awam bagimu hingga benda asing yang kau temukan. Kepalamu penuh dengan tanda tanya, “Apakah selama ini aku tidak bisa bertemu dengan dirinya memiliki hubungan dengan fakta-fakta yang ku temukan?” pertanyaan abstrak di hatimu.

Hampir satu tahun kau memendam pertanyaan itu, belum juga terkelupas sebuah jawaban dari sarangnya. Dirimu sempat meragukan kejadian itu. Kau bahkan meyakini kisahmu tidak akan sama dengan kisah indah Ada Apa dengan Cinta, yang pada akhirnya Rangga dan Cinta bisa bertemu kembali.

Bulan-bulan penguasa hujan mulai datang. Bulan itulah menjadi titik  balik dari pertanyaan-pertanyaan yang ada di hati dan pikiranmu. Kau menemukan fakta di balik fakta. Kau ditemui oleh orang awan yang sempat memberikan informasi penting bagimu. Ia mendekati dirimu dengan pelan.

“Kali ini aku menemuimu untuk memberikan informasi yang jauh lebih penting dari sebelumnya. Anak-anak baru yang hatinya tidak mulia dan kurang memiliki pendidikan itu menjadi gila pada saat memegang sebuah pisau besar” jelasnya dengan pelan dan was-was.
“Pisau besar? Apakah pisau itu bertuliskan media social?” tanyamu.
“Ya” jawabnya singkat.
“Kenapa  benda tersebut bisa membuat mereka seperti itu” tanyamu kebingungan.
“Bukankah sudah ku katakan, mereka menjadi seperti itu karena mereka adalah anak-anak yang hatinya tidak mulia dan kurang memiliki pengetahuan. Jika aku yang memegangnya, percayalah aku tidak akan seperti itu” ucapnya.
“Lalu, apa yang akan mereka lakukan?” pertanyaanmu yang semakin masuk ke dalam.
“Mereka akan menghancurkan mimpi terbesar dan terindah milikmu” jawabnya sedih.

Informasi baru telah kau dapatkan. Perasaanmu campur aduk. Dirimu menyesal mengapa kau mau saja menerima anak-anak baru itu masuk ke rumahmu. Tapi kau sadar, kau tidak sendiri tinggal di rumah itu. Keputusan tidak berakhir hanya di dirimu saja. Kau juga sadar, di antara anak-anak itu ada seorang anak yang begitu baik dan mulia terhadapmu.

Perbincangan kau dan orang awam tersebut hampir selesai. Ternyata perbincangan kalian terdengar oleh mereka yang tak berpendidikan. Lantas, mereka langsung mendekat ke dirimu untuk memutuskan tali harapanmu. Rencana awal kau dengan orang awam itu berubah, dengan refleks yang cepat ia menggendongmu dan berlari membawamu pergi menuju puncak tempat tinggal itu. Orang-orang kontra itu bersama alat yang tidak dapat mereka kuasai berada di belakang kalian dan terus mengejar untuk memusnahkan mimpimu. Akhirnya kau menyadari bahwa anak awam yang menggendongmu itu adalah orang yang berilmu dan berhati mulia. Kau sadar jika berharap dengan satu orang saja untuk menuju puncak ke-2017 tidaklah sanggup. Maka dari itu kau sangat perlu bantuan dari orang-orang semacam anak yang menggendongmu agar bisa menjauh dari kejaran orang-orang yang ingin merusak mimpimu dan agar kau dapat mensinkronisasikan hatimu ke hatinya yang berada di puncak itu.

Namaku adalah Moral. Orang yang ingin ku gapai adalah Zaman. Aku tidak bisa berjalan sendiri untuk menemui dan berdampingan dengan Zaman jika tidak dibantu oleh orang-orang yang berhati mulia dan berpendidikan. Aku sekarang berada dalam perjuangan untuk dapat mengejar Zaman. Situasiku sekarang dalam keadaan yang berbahaya, karena begitu cepatnya pergerakan media sosial yang semakin menenggelamkan nilai dari namaku. Aku perlu bantuan kalian wahai orang-orang yang baik. Tolong bantulah diriku. Bantu aku untuk bisa menggapai genggaman tangan Zaman. Aku menantang kalian semua untuk menjadi pahlawan yang bisa mengangkat namaku di tengah keadaan yang tidak kondusif ini. Hari ini, media sosial yang dipegang oleh orang kurang berpendidikan sudah hampir memusnahkan Moral yaitu diriku sendiri. Sekali lagi, aku memerlukan bantuan kalian agar terjadi sinkronisasi antara aku dan Zaman.

Senin, 16 Mei 2016
M. Linggaraka Tawakal Hetrani Akbar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELAWAN FITRAH WANITA DEMI KEHIDUPAN KELUARGA

GENGSI? BUAT APA?

PUNCAK EDELWEISS 2014